Harianjogja.com, JOGJA-Seratus persen Sekolah
Menengah Pertama (SMP) di Kota Jogja memutuskan menggunakan Kurikulum
2013 (K-2013) sebagai kurikulum pendidikan di sekolah mereka.
Disebutkan Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Jogja, Edy Heri
Suasana, sebelumnya ada dua SMP yang memilih untuk menggunakan Kurikulum
2006 (K-2006). Dua sekolah tersebut adalah SMP Tumbuh dan SMP Bhinneka
Tunggal Ika. Namun, kini kedua sekolah tersebut sudah mengajukan
pernyataan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk
menggunakan
K-13.
Kendati sudah 100% SMP di Kota Jogja memilih menggunakan
K-13, masih
ada enam Sekolah Dasar yang masih ragu untuk memilih menggunakan K-13
atau kembali ke K-2006. Akibat terkendala izin dari yayasan sekolah,
mereka yang telah mengajukan permohonan kepada yayasan untuk menggunakan
K-13 belum mendapat tanggapan dari pihak sekolah.
“Disdik tidak memaksa, kami hanya meminta komunikasi ketika sudah ada
kepastian keputusan. Kalau sudah pasti menggunakan K-13, kami sediakan
buku dan kebutuhan lainnya,” ujar Edy, di sela pelantikan 23 Kepala
Sekolah, di Balaikota, Rabu (31/12/2014).
Sementara, Sekolah Menengah Atas/Kejuruan (SMA/K) yang memilih untuk
menggunakan
K-2006 yakni SMA Santa Maria,
SMA Gajah Mada, SMK Bopkri IV.
Edy menerangkan, untuk pendistribusian buku
K-13 telah terpenuhi 50%
sesuai kesanggupan distributor, sementara 50% sisanya sedianya akan
dikirimkan ke sekolah Januari atau Februari 2015 mendatang.
Untuk guru-guru yang belum mendapat diklat
K-13, sudah dilakukan
pendataan, baik akibat data terselip atau bagi guru kelas 3, 6, 9, dan
12. Ditargetkan diklat yang dilakukan berkoordinasi dengan Lembaga
Penjamin Mutu Pendidikan Daerah Istimewa itu dapat selesai sebelum 1
Juli 2015.
Untuk guru-guru yang mengeluh akibat sulitnya membuat sistem
penilaian rapor anak, akan kami beri pendampingan dengan tanpa mereduksi
komponen yang sudah ada Peraturan Mentri Pendidikan.
Dengan adanya
pendampingan itu harapannya
keluhan guru dapat diminalisir, penilaian
juga menjadi lebih mudah. Bahkan, sejumlah sekolah telah menggunakan
perangkat lunak khusus. Bagi guru-guru yang memiliki ide, atau minimal
paham perangkat lunak penilaian yang mendukung sistem penilaian yang
berlaku dalam K-13, dan paham aspek-aspek yang ada, dijadikan guru
model.
“Dengan demikian keluhan mengenai sistem dan teknik penilaian
K-13 bisa teratasi,” jelasnya.
Hingga kini, ada 11 guru model bagi SMP, dua guru model di SD, delapan guru model di SMA dan delapan guru model di SMK.
Terpisah, sekretaris Daerah Kota Jogja, Titik Sulastri menuturkan,
kualitas pendidikan sekolah tak hanya ditentukan oleh kurikulum,
melainkan guru dan kepala sekolah. Kepala sekolah, urai Titik, memiliki
tugas sebagai manajer sekaligus pendidik di sekolah, yang memiliki
tanggung jawab membangun daya saing generasi penerus.